sunbanner

Pulung dan Sooko Putuskan untuk Pindah dari Ponorogo demi Menyelamatkan Kampung Peninggalan Kerajaan Majapahit, 111 Kepala Keluarga dan Populasi Burung Merak Ikut Terlibat

 Pulung dan Sooko Putuskan untuk Pindah dari Ponorogo demi Menyelamatkan Kampung Peninggalan Kerajaan Majapahit, 111 Kepala Keluarga dan Populasi Burung Merak Ikut Terlibat

Ponorogo City Center--

Meskipun ada sebagian jalan yang sudah dicor, sebagian besar masih dalam kondisi rusak parah dan licin saat musim hujan tiba.

Kampung tersebut terletak di tengah hutan jati antara Kecamatan Pulung dan Sooko. Penduduknya berjumlah sekitar 350 jiwa yang terdiri dari 111 kepala keluarga.



Luas area persawahan di kampung ini mencapai sekitar lima belas hektar.

Sayangnya, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan hanya bisa menggarap sawah mereka saat musim penghujan tiba.

Meskipun terletak di tengah hutan, rumah-rumah di kampung ini sudah banyak yang permanen dan jarang yang terbuat dari bilik bambu.





×

Yang menarik, untuk mencapai kantor desa, penduduk harus melewati kantor desa lain dengan jarak sekitar delapan kilometer.

Kampung ini diberi nama Kampung Centong, yang dalam bahasa Jawa kuno memiliki arti "tempat bersembunyi".

Secara administratif, Kampung Centong termasuk dalam wilayah Kecamatan Sooko, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

Konon, penduduk Kampung Centong adalah keturunan dari Kerajaan Majapahit.

Cerita beredar bahwa kampung ini awalnya didirikan oleh seorang putra Raja Brawijaya yang bernama Mbah Dito pada abad ke-14.

Ia memimpin Kerajaan Majapahit dan mendirikan pemukiman di lokasi yang dikelilingi oleh hutan jati bersama pengikutnya.

Mbah Dito datang ke kampung ini dengan tujuan bersembunyi, karena pada saat itu Kerajaan Majapahit sedang dilanda perang saudara yang menghancurkan kejayaannya.

Hingga kini, saat bulan Suro, makam Mbah Dito di kampung tersebut selalu dikunjungi oleh orang-orang dari Keraton Jogja yang ingin berziarah.

TAG:
Sumber:


Berita Lainnya

vidstr